JAKARTA – Menjelang gelaran Piala Dunia U‑17 2025 yang akan digelar di Qatar pada November mendatang, pelatih Nova Arianto telah memanggil empat pemain keturunan luar negeri untuk memperkuat skuad Timnas Indonesia U‑17. Keempat pemain diaspora ini diharapkan membawa pengalaman internasional dan kompetisi klub luar negeri untuk meningkatkan daya saing Garuda Muda.
Keempat pemain diaspora tersebut adalah:
- 
Mike Rajasa Hoppenbrouwers (kiper, akademi FC Utrecht Belanda) 
- 
Matthew Baker (bek/gelandang, klub Melbourne City Australia) 
- 
Lucas Lee (gelandang, klub Ballistic United AS) 
- 
Eizar Tanjung (bek/gelandang, klub Sydney FC Australia) 
Masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda, namun memiliki garis keturunan Indonesia melalui orang tua atau keluarga, sehingga memenuhi syarat untuk memperkuat Timnas U-17.
Menurut penjelasan dari PSSI, pemanggilan pemain diaspora tersebut lebih dari sekadar simbolik. Pelatih Nova Arianto melihat kebutuhan untuk menunjang kualitas tim dalam menghadapi grup berat di Piala Dunia — Indonesia tergabung di Grup H bersama Brasil U‑17, Honduras U‑17, dan Zambia U‑17.
Namun, tidak semuanya berjalan mulus. PSSI menyebut bahwa kendala dokumen dan kewarganegaraan menjadi alasan mengapa hanya empat pemain diaspora yang bisa masuk skuad. Faktor seperti paspor orang tua yang harus terbukti dan batas usia menjadi hambatan administratif yang nyata.
Kehadiran para pemain diaspora ini diharapkan membawa dua manfaat utama: pengalaman internasional dan kontribusi taktis. Mereka berkompetisi di akademi atau klub profesional di luar negeri, sehingga diharapkan memiliki mental dan teknis yang berbeda. Misalnya, Matthew Baker yang telah bermain di Australia, serta Mike Rajasa yang bersaing di akademi Belanda. liputan6.com+1
Dari sisi tim nasional, masuknya pemain-pemain tersebut dapat meningkatkan persaingan internal, yang kemudian mendorong seluruh skuad untuk tampil lebih baik. Selain itu, hal ini juga menjadi sinyal bagi sistem pembinaan usia muda di Indonesia bahwa peluang ke luar negeri, atau pengalaman global, menjadi aset penting.
Meski ada potensi besar, beberapa tantangan tetap menghantui:
- 
Adaptasi pemain diaspora dengan gaya dan kondisi kompetisi Asia, termasuk aspek fisik dan atmosfer turnamen. 
- 
Integrasi mereka dengan pemain lokal yang mungkin memiliki pengalaman berbeda. 
- 
Tekanan turnamen besar seperti Piala Dunia U-17, di mana setiap kesalahan bisa mahal. 
- 
Administrasi dan logistik, yang sebelumnya terbukti menjadi hambatan bagi pemain lainnya. 
Empat pemain diaspora yang masuk ke skuad Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia 2025 menjadi berita baik dan menyuntik optimisme. Namun harapan besar itu harus diimbangi dengan kerja keras, adaptasi, dan kesiapan seluruh tim. Indonesia mendapatkan tambahan kualitas tapi tantangannya justru lebih besar karena lawan yang akan dihadapi pun kuat.
Dengan persiapan yang matang dan sinergi antara pemain diaspora dengan lokal, bukan tidak mungkin Garuda Muda bisa membuktikan bahwa mereka bukan hanya peserta, tapi kompetitor yang diperhitungkan.

